Jakarta – Penolakan dan kritik atas Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) setelah bencana di Fukushima merupakan hal yang wajar. Mayoritas orang pada umumnya memang membayangkan kecelakaan akan lebih mudah terjadi di Indonesia.
“Saya kira kritik semacam ini wajar saja terjadi, karena orang akan membayangkan reaktor sejenis dan kecelakaan sejenis akan lebih mudah terjadi di Indonesia,” kata pakar nuklir ITB Prof Zaki Suud.
Zaki menuturkan, sebenarnya PLTN tidak seseram yang dibayangkan orang. Menurutnya, kenyataannya teknologi reaktor terbaru saat ini dua tingkat di atas teknologi reaktor di Jepang.
“Yang harus disadari semua, sistem energi memiliki risiko, dan kalau nanti Indonesia akan membangun PLTN maka harus dipastikan teknologinya tidak memungkinkan terulangnya semua kecelakaan besar yang pernah terjadi seperti TMI II, Chernobyl, dan kecelakaan Fukushima,” imbau Zaki.
Berikut wawancara detikcom dengan Prof Zaki Suud:
Berikut wawancara detikcom dengan Prof Zaki Suud:
Bagaimana ledakan PLTN Fukushima bisa diatasi?
Info terakhir mereka berusaha mengaktifkan lagi pompa. Bila satu dari beberapa pompa yang tersedia bisa berfungsi maka secara prinsip kecelakaan akan mereda. Bila skenario ini gagal kemungkinannya mendinginkan dari luar untuk waktu yang lama atau skenario terakhir “mengubur PLTN terkait” setelah memastikan tak terjadi recriticallity mungkin merupakan skenario terbaik sekaligus meredam pelepasan radioaktivitas lebih lanjut. Namun ini pun perlu direncanakan secara cermat.
Faktor-faktor apa yang menyebabkan teknisi Jepang sulit mengatasi bencana di sana?
Salah satunya adalah terlanjur keluarnya radiasi cukup tinggi di sekitar PLTN tersebut menyulitkan langkah-langkah secara optimal. Sebetulnya, kalau mereka menggunakan robot yang dapat dikendalikan dari jarak jauh mungkin akan berguna untuk memantau keadaan di dalam reaktor.
Benarkah teknisi dan pemerintah Jepang sudah kehilangan kendali?
Menurut saya, bila pengaktifan pompa berhasil secara prinsip kecelakaan akan menuju terminasi yang positif, namun bila tak berhasil mereka perlu kerja ekstra keras lebih lanjut.
Bagaimana harus mengevakuasi puluhan dan ratusan ribu orang dari ancaman radiasi tinggi? Bagaimana jika radiasi menyebar ke wilayah lainnya?
Kalau berkaca dari kejadian Chernobyl yang lebih parah, maka untuk jarak yang sudah lebih dari 200-300 km dari lokasi tidak perlu evakuasi tetapi cukup dengan mekanisme lain misalnya membatasi keluar rumah, filter, dekontaminasi, dan lain-lainnya. Namun, untuk penduduk yang kritis seperti Ibu hamil, dan lain-lain mungkin perlu evakuasi. Tapi, saya kira, Jepang memiliki mekanisme evakuasi yang cukup baik.
Ledakan PLTN Fukushima membangkitkan kembali kritik dan protes atas pembangunan PLTN. Bagaimana dengan kondisi PLTN Indonesia?
Saya kira kritik semacam ini wajar saja terjadi, karena orang akan membayangkan reaktor sejenis dan kecelakaan sejenis akan lebih mudah terjadi di Indonesia. Kenyataannya teknologi reaktor terbaru saat ini dua tingkat di atas teknologi reaktor di Jepang di atas, yang semestinya untuk kejadian seperti di Fukushima tidak akan melahirkan accident seperti yang saat ini terjadi.
Yang harus disadari semua, sistem energi memiliki risiko, dan kalau nanti Indonesia akan membangun PLTN maka harus dipastikan teknologinya tidak memungkinkan terulangnya semua kecelakaan besar yang pernah terjadi seperti TMI II, Chernobyl, dan kecelakaan Fukushima. Seandainya PLTN Fukushima sudah mengadopsi sistem pembuang panas sisa (decay heat) secara pasif maka kecelakaan yang terjadi saat ini tak perlu terjadi.
Soal rencana besar Indonesia membangun PLTN ke depan, bagaimana teknologinya dan keamanannya?
PLTN hanyalah satu dari sejumlah sistem energi yang ada, dan semua sistem energi punya risiko. Dari statistik misalnya tingkat fatalitas energi air jauh lebih besar dari PLTN, di luar PLTU misalnya radiasi nuklirnya jauh di atas radiasi di
luar PLTN normal karena batubara mengandung uranium dan thorium (di Amerika sekitar 5 PPM) dan lain-lain. Jadi, yang penting melakukan optimasi potensi dan manajemen keselamatan yang optimal.
luar PLTN normal karena batubara mengandung uranium dan thorium (di Amerika sekitar 5 PPM) dan lain-lain. Jadi, yang penting melakukan optimasi potensi dan manajemen keselamatan yang optimal.
Adakah teknologi terbaru selain teknologi PLTN Fukushima yang bisa dikembangkan di Indonesia?
Saat ini teknologi PLTN terbaru dua tingkat di atas PLTN Fukushima dengan kemampuan inheren safety, karena itu kalau nanti Indonesia akan membangun PLTN maka minimal dari generasi ketiga dan atau generasi keempat yang lebih baik.
0 komentar:
Posting Komentar