Mungkin anda masygul melihat “cara” negeri ini dikelola. Beberapa minggu yang lalu, pemerintah berencana melakukan privatisasi 20 BUMN dengan resiko jatuhnya harga-harga saham BUMN disamping resiko kehilangan kendali ekonomi melalui BUMN. Kini, di tengah krisis global pula pemerintah melalui Departemen Keuangan menerbitkan obligasi atau Surat Utang Negara dalam mata uang dollar AS (Global Medium Term Note / GMTN).
Pemerintah menjual obligasi internasional senilai US$ 3 miliar. Menurut Kepala Badan Fiskal Departemen Keuangan Anggito Abimanyu (28/2/2009), penerbitan GMTN ini terbilang sukses mengingat keadaan pasar global yang sedang terguncang. Jumlah penerbitan GMTN melebihi permintaan pasar (over subscribed) senilai US$ 7 miliar.
Penjualan obligasi internasional oleh pemerintah Indonesia merupakan yang terbesar di Asia. Obligasi yang diterbitkan pemerintah mencakup obligasi senilai US$ 2 miliar dengan tenor 10 tahun dan imbal hasil 11,75%, dan obligasi senilai US$ 1 miliar dengan tenor 5 tahun dan imbal hasil 10,5%.
Anggito Abimanyu menjelaskan penerbitan obligasi ini untuk mendorong kepercayaan pelaku pasar keuangan di Indonesia. Sedangkan tujuan penerbitan adalah untuk pembiayaan paket stimulus fiskal dan memperkuat cadangan devisa.
Menerbitkan obligasi internasional akan menghadapi resiko nilai tukar. Saat ini saja nilai rupiah terhadap dollar terus melemah, terutama akibat tersedotnya likuiditas dollar ke Amerika Serikat.
Jika pada masa Presiden Habibie rupiah yang sempat anjlok hingga ke titik Rp 18.000 per dollar kemudian bisa diangkat ke kisaran Rp 9.000 – Rp 10.000 per dollar, kini di masa pemerintahan SBY-JK rupiah tersungkur di kisaran Rp 12.000 per dollar. Dengan kondisi ini, potensi nilai hutang Indonesia dalam mata uang rupiah bisa membengkak.
Sementara itu, penerbitan surat hutang obligasi di tengah pasar global memiliki resiko yang sangat tinggi. Tidak aneh jika kemudian pemerintah membalut resiko tersebut dengan tingkat imbal hasil (yield) yang sangat tinggi pula. Dengan imbal hasil yang tinggi, permintaan atas obligasi pemerintah mencapai 2,4 kali dari penawaran di pasar.
Resiko imbal hasil yang tinggi adalah besarnya beban bunga hutang yang harus dianggarkan di APBN. Dalam APBN 2009 yang sudah mengalami penyesuaian, rakyat harus merelakan uangnya digunakan pemerintah untuk membayar bunga hutang negara sebesar Rp 110,6 trilyun.
Saat ini hutang obligasi pemerintah di luar obligasi internasional (GMTN) yang baru terbit mencapai Rp 931,244 trilyun dengan posisi hutang luar negeri per November 2008 sebesar US$ 65,45 miliar atau setara dengan Rp 785,4 trilyun (kurs Rp 12.000/dolar).
Menteri Keuangan Sri Mulyani di Financial Times (27/2/2009) mengatakan, penerbitan obligasi internasional ini sudah on track. Ya bu menteri … Departemen anda di bawah pemerintahan SBY-Jk telah berada di jalan yang tepat untuk mengikat negara ini dalam hutang yang tidak pernah putus-putusnya.
Inilah wajah negara kita, di mana pemerintah hanya memiliki kemampuan “berhutang” dan menjual aset negara. Akibatnya hutang semakin menggunung aset semakin menyusut. Dan dengan “PeDenya” tanpa malu pemerintah mengatakan sudah on track. [JURNAL EKONOMI IDEOLOGIS /www.jurnal-ekonomi.org]
0 komentar:
Posting Komentar