Presiden Rusia Vladimir Putin berkunjung ke Timur Tengah untuk
mencegah kawasan ini jatuh ke konflik yang lebih dalam yang bisa
berujung dengan peperangan dan kehancuran. Situasi Timur Tengah semakin
memanas setelah Suriah menembak pesawat tempur F 4 Turki yang nota bene
anggota NATO. Turki pun mendesak NATO untuk membahas penembakan
pesawatnya oleh Suriah. Apakah pesawat tempur tua Turki dikorbankan
untuk tujuan yang sangat besar ?.
Israel yang terus berkoar-koar akan menyerang Iran, membuat Vladimir
Putin pusing, karena Israel seakan tidak perdulu konsekuensinya.
Sebelumnya Putin sudah pernah mengingatkan, jika Israel menyerang Iran
maka keputusan itu akan menyebabkan kehancuran.
Vladimir Putin melakukan pembicaraan dengan Menlu Avignor Lieberman,
Presiden Shimon Peres dan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu. Setelah
itu Putin akan berkunjung ke negara-negara Timur Tengah lainnya.
|
Menlu Israel Lieberman sambut Putin di Ben Guryon Airport 25/06/ 2012 |
Permainan politik tingkat tinggi sedang dimainkan oleh Amerika Serikat
dan Israel di Timur Tengah tampaknya telah diendus oleh Vladimir Putin.
Israel dan AS sedang merencanakan latihan perang terbesar sepanjang
sejarah kerja sama militer kedua negara. Latihan bersama itu akan
digelar Oktober mendatang dengan melibatkan ribuan tentara.
The Times of Israel, Senin (25/06) melansir, seorang petinggi militer
AS, Letjen Craig A Franklin, telah membentuk Komite Representatif untuk
membahas lebih lanjut rencana latihan militer itu dalam kunjungannya ke
Israel beberapa waktu lalu. Dalam pertemuan itu, AS disebut setuju
untuk melibatkan 3.000 personel militer mereka.
Salah satu kegiatan yang dijadwalkan dalam latihan adalah, simulasi
serangan dari pihak luar ke wilayah Israel. Dalam simulasi, Israel akan
diserang ratusan roket dari Iran dan Suriah pada waktu yang bersamaan.
Israel akan mempertunjukkan versi terbaru sistem pertahanan Arrow 2.
Sedangkan AS akan membawa sistem pertahanan anti-roket balistik Aegis
dan pertahanan anti-serangan udara PAC-3 Patriot. Latihan bersama ini
memberi sinyal kepada Iran bahwa AS dan Israel akan segera menerapkan
tindakan militer setelah sanksi ekonomi atas program nuklirnya tidak
digubris.
Mari kita kilas balik, bagaiamana Michel Chossudovsky membedah
skenario penyerangan AS ke Iran, yang melibatkan NATO dan Israel.
Menurut Chossudovsky, penimbunan dan penyebaran sistem senjata canggih
yang diarahkan terhadap Iran dimulai setelah pengeboman dan invasi ke
Irak tahun 2003. Sejak awal, rencana perang ini dipimpin oleh AS
bekerjasama dengan NATO dan Israel.
Setelah invasi Irak tahun 2003, pemerintahan Bush mengidentifikasi
Iran dan Suriah sebagai tahapan berikutnya dari "peta jalan untuk
perang". Sumber-sumber militer AS mengisyaratkan serangan udara terhadap
Iran bisa melibatkan penyerangan berskala besar sebanding dengan
serangan AS "shock and awe" di Irak tahun 2003.
|
Operasi Militer Shock and Awe, Baghdad 2003. |
"Serangan udara Amerika terhadap Iran akan jauh melebihi jangkauan
serangan Israel tahun 1981 ke pusat nuklir Irak di Osiraq dan lebih
menyerupai hari pertama serangan udara tahun 2003 melawan Irak (See
Globalsecurity). "Theater Iran Near Term" (TIRRANT).
Nama kode yang diberikan perencana militer AS adalah TIRANNT,
"Theater Iran Near Term", simulasi serangan terhadap Iran telah dimulai
pada Mei tahun 2003 "ketika pemodel dan spesialis intelijen mengumpulkan
data yang diperlukan untuk tingkat-medan perang berskala besar
(analisis skenario bagi Iran)." ((William Arkin, Washington Post, 16
April 2006).
Skenarionya mengidentifikasikan beberapa ribu sasaran di wilayah Iran sebagai bagian dari "Shock and Awe" Blitzkrieg:
"Analisis yang disebut TIRANNT "Theater Iran Near Term," masih
ditambah dengan skenario tiruan invasi Korps Marinir dan simulasi
kekuatan rudal Iran. Dalam waktu yang bersamaan para perencana AS dan
Inggris melakukan sebuah permainan perang Laut Kaspia. Bush mengarahkan
Komando Strategis AS untuk menyusun rencana serangan perang global untuk
menyerang lokasi senjata pemusnah massal Iran. Semua ini akhirnya akan
menjadi masukan berupa rencana perang baru untuk "major combat
operations" terhadap Iran yang sudah dikonfirmasikan oleh sumber militer
[April 2006] dalam bentuk draft.
"Di bawah TIRANNT, Angkatan Darat dan Perencana Pusat Komando AS
telah melakukan pemeriksaan, baik skenario jangka pendek maupun jangka
panjang perang dengan Iran, termasuk semua aspek operasi tempur utama,
dari mobilisasi dan pengerahan pasukan melalui operasi stabilitas pasca
perang setelah terjadi perubahan rezim. " (William Arkin, Washington
Post, 16 April 2006).
Perbedaan "Skenario medan perang" dalam menyerang Iran secara
maksimal telah dipikirkan: "Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan
Udara dan Marinir Amerika Serikat telah memiliki semua rencana
pertempuran yang disusun selama empat tahun, membangun
pangkalan-pangkalan dan pelatihan untuk melaksanakan "Operasi Pembebasan
Iran." Laksamana Fallon, Kepala Pusat Komando Amerika Serikat yang baru
telah menerima rencana komputerisasi TIRANNT (Teater Iran Near Term)."
(New Statesman, 19 Februari 2007).
Pada tahun 2004, dirumuskan skenario perang awal di bawah TIRANNT,
Wakil Presiden Dick Cheney menginstruksikan USSTRATCOM untuk menyusun
sebuah "rencana darurat" operasi militer berskala besar yang diarahkan
terhadap Iran "digunakan dalam merespon terhadap serangan teroris
sejenis 9/11 di Amerika Serikat" dengan anggapan bahwa pemerintah
Teheran berada di belakang persekongkolan teroris. Rencana tersebut
termasuk penggunaan pre-emptive senjata nuklir terhadap negara
non-nuklir.
"Rencana ini termasuk serangan udara besar-besaran terhadap Iran baik
menggunakan senjata nuklir maupun konvensional dan taktis. Di Iran
terdapat 450 lebih sasaran strategis penting, termasuk sejumlah sasaran
yang dicurigai tempat pengembangan program-senjata-nuklir. Banyak target
keras atau jauh berada di bawah tanah dan tidak bisa dihancurkan oleh
senjata konvensional, akan dihancurkan dengan opsi nuklir. Seperti dalam
kasus Irak, respon ini kurang penting apakah Iran yang sesungguhnya
terlibat dalam tindakan terorisme yang ditujukan terhadap AS. Beberapa
pejabat senior Angkatan Udara yang terlibat dalam perencanaan dilaporkan
terkejut terhadap implikasi dari apa yang akan mereka lakukan – bahwa
Iran sedang disiapkan untuk sebuah serangan nuklir yang tak beralasan –
namun tidak seorangpun siap untuk merusak karirnya dengan mengajukan
keberatan." (Philip Giraldi, Deep Background,The American Conservative
August 2005).
|
Markas Militer Parchin dekat Teheran |
The Military Road Map: Pertama Irak, kemudian Iran"
Keputusan untuk menargetkan Iran di bawah TIRANNT adalah bagian dari
proses perencanaan militer yang lebih luas dari urutan operasi militer.
Hal ini sudah dilakukan di bawah pemerintahan Clinton, Pusat Komando AS
(USCENTCOM) telah menyusun "rencana medan perang", untuk menyerang Irak
dan kemudian Iran. Akses terhadap minyak Timur Tengah merupakan tujuan
strategis lain.
"Kepentingan dan tujuan keamanan nasional yang luas dinyatakan
Presiden dalam Strategi Keamanan Nasional – National Security Strategy
(NSS) dan Ketua Strategi Militer Nasional – National Military Strategy
(NMS) membentuk dasar strategi medan perang Pusat Komando AS (NSS)
mengarahkan pelaksanaan strategi penahanan ganda dari negara-negara
nakal seperti Irak dan Iran selama negara-negara tersebut menjadi
ancaman terhadap kepentingan AS, kepada negara-negara lain di wilayah
ini, dan termasuk warganegaranya. Penahanan ganda dirancang untuk
menjaga keseimbangan kekuasaan di wilayah itu tanpa tergantung baik
kepada Iraq atau Iran. Strategi medan perang terhadap Iran yaitu
USCENTCOM merupakan interest-based dan threat-focused. Tujuan dari
keterlibatan AS seperti yang dianut NSS, untuk melindungi kepentingan
vital AS di Timur Tengah agar tidak terganggu. Amerika Serikat aman
demikian pula akses Sekutu kepada minyak Teluk." (USCENTCOM,
http://www.milnet.com/milnet/pentagon/centcom/chap1/stratgic.htm#USPolicy,
link no longer active, archived at http://tinyurl.com/37gafu9).
Perang di Iran dipandang sebagai bagian dari suksesi operasi militer.
Menurut (mantan) Panglima NATO Jenderal Wesley Clark, peta-jalan
militer Pentagon terdiri dari urutan negara-negara: "Rencana operasi
militer lima tahun [termasuk] … total tujuh negara, dimulai dengan Irak,
kemudian Suriah, Libanon, Libya, Iran, Somalia dan Sudan." Dalam
"Winning Modern Wars" (halaman 130) Jenderal Clark menyatakan sebagai
berikut:
"Ketika saya kembali ke Pentagon pada bulan November 2001, salah
seorang staf petugas senior militer menyediakan waktu untuk
bercakap-cakap. Ya, kami masih berada dalam jalur melawan Irak. Tapi
masih ada lagi. Katanya hal ini sedang dibahas sebagai bagian dari
rencana operasi militer lima tahun, dan jumlahnya ada tujuh negara,
dimulai dengan Irak, lalu Suriah, Libanon, Libya, Iran, Somalia dan
Sudan (See Secret 2001 Pentagon Plan to Attack Lebanon, Global Research,
July 23, 2006).
|
Perang di Suriah sudah dimulai 26/06/2012 |
Peran Israel
Terdapat banyak perdebatan mengenai peranan Israel dalam memulai
serangan terhadap Iran. Israel merupakan bagian dari sebuah aliansi
militer. Tel Aviv bukanlah penggerak utama. Israel tidak memiliki agenda
militer yang terpisah dan berbeda.
Israel terintegrasi ke dalam "rencana perang untuk operasi tempur
besar" terhadap Iran yang dirumuskan pada tahun 2006 oleh Komando
Strategis AS (USSTRATCOM). Dalam konteks operasi militer skala besar,
tindakan militer sepihak yang tidak terkoordinasi oleh salah satu mitra
koalisi (Israel), hampir mustahil (dari sudut pandang militer dan
strategis). Israel secara de facto anggota NATO. Setiap tindakan Israel
akan membutuhkan "lampu hijau" dari Washington.
Sebuah serangan oleh Israel bisa digunakan sebagai "mekanisme pemicu"
yang akan melancarkan perang habis-habisan terhadap Iran, serta
pembalasan oleh Iran yang diarahkan kepada Israel.
Dalam hal ini, ada indikasi Washington mempertimbangkan pilihan
serangan awal Israel dengan (dukungan AS) dan bukan sebuah operasi
militer pimpinan AS langsung diarahkan ke Iran. Serangan Israel –
meskipun hubungannya dekat dengan Pentagon dan NATO – akan disampaikan
kepada opini publik sebagai keputusan sepihak oleh Tel Aviv. Hal ini
kemudian akan digunakan oleh Washington untuk membenarkan di mata opini
dunia, berupa intervensi militer AS dan NATO dengan maksud untuk
"mempertahankan Israel", daripada menyerang Iran. Dalam perjanjian kerja
sama militer yang ada, baik AS maupun NATO "diwajibkan" untuk "membela
Israel" bila diserang Iran dan Suriah.
Perlu dicatat, pada awal masa jabatan kedua Bush, Mantan Wakil
Presiden Dick Cheney mengisyaratkan, dengan tegas, bahwa Iran berada
"paling atas dalam daftar" dari "musuh nakal" Amerika, dan Israel
menyatakan "melakukan pemboman untuk kita", tanpa keterlibatan militer
AS dan tanpa kita menekan mereka "untuk melakukannya" (See Michel
Chossudovsky, Planned US-Israeli Attack on Iran, Global Research, May 1,
2005): Menurut Cheney:
"Salah satu kekhawatiran orang adalah Israel mungkin melakukannya
tanpa diminta … Mengingat fakta bahwa Iran memiliki kebijakan yang
menyatakan tujuan mereka adalah menghancurkan Israel. Israel mungkin
memutuskan untuk bertindak lebih awal, dan membiarkan seluruh dunia
khawatir mengenai penyelesaian kekacauan diplomatik setelah itu,
"(Dick Cheney, dikutip dari Wawancara MSNBC, Januari 2005).
Mengomentari pernyataan Wakil Presiden, mantan penasehat Keamanan
Nasional, Zbigniew Brzezinski dalam sebuah wawancara di PBS, menegaskan
sambil khawatir akan terjadi: Ya, Cheney menginginkan Perdana Menteri
Ariel Sharon untuk bertindak atas nama Amerika dan "melakukannya" untuk
kita.
"Saya pikir Iran lebih ambigu. Dan ada masalah disana, tentu bukan
tirani;.. itu adalah senjata nuklir. Dan Wakil Presiden dalam pernyataan
paralel yang aneh mengisyaratkan bahwa Israel mungkin melakukannya,
namun kenyataannya menggunakan bahasa yang terdengar seperti pembenaran
atau bahkan suatu dorongan bagi Israel untuk melakukannya."
Apa yang berurusan dengan kita adalah operasi militer bersama
AS-NATO-Israel untuk membom Iran, yang telah dalam tahap perencanaan
aktif sejak tahun 2004. Pejabat Departemen Pertahanan, di bawah Bush dan
Obama, telah bekerja tekun dengan militer Israel dan mitra-mitra
intelijennya mengidentifikasi dengan hati-hati sasaran di wilayah Iran.
Dalam istilah praktis militer, setiap tindakan Israel harus direncanakan
dan dikoordinasikan di tingkat tertinggi koalisi yang dipimpin AS.
Serangan oleh Israel juga memerlukan koordinasi dukungan logistik
ASt–NATO, khususnya berkaitan dengan sistem pertahanan udara Israel,
yang sejak Januari 2009 sepenuhnya terintegrasi ke dalam AS dan NATO.
(Michel Chossudovsky, Unusually Large U.S. Weapons Shipment to Israel:
Are the US and Israel Planning a Broader Middle East War? Global
Research, January 11,2009).
Sistem radar X band Israel dibangun awal tahun 2009 dengan dukungan
teknis AS telah "mengintegrasikan sistem pertahanan rudal Israel dengan
jaringan deteksi rudal global AS [Pangkalan-Ruang Angkasa], yang
meliputi satelit, kapal Aegis di Mediterania, Teluk Persia dan Laut
Merah serta Patriot radar dan yang berpangkalan di darat." (Defense
Talk.com, January 6, 2009).
Apakah ini berarti Washington akhirnya memutuskan apa yang seharusnya
dilakukan. Lebih baik AS daripada Israel yang mengendalikan sistem
pertahanan udara:'Ini artinya tetap dengan menggunakan sistem radar AS,'
"kata juru bicara Pentagon, Geoff Morrell. "Jadi ini bukan sesuatu yang
kita berikan atau menjualnya kepada Israel dan hal itu adalah sesuatu
yang wajar akan memerlukan personel AS untuk mengoperasikannya.'"
(Dikutip dari Israel National News, 9 Januari 2009).
Angkatan Udara AS mengawasi sistem Pertahanan Udara Israel, yang
terintegrasi ke dalam sistem global Pentagon. Dengan kata lain, Israel
tidak dapat melancarkan perang terhadap Iran tanpa persetujuan
Washington. Oleh karena pentingnya undang-undang yang disebut "Green
Light" di Kongres AS yang disponsori partai Republik di bawah Resolusi
House 1553, yang secara eksplisit mendukung serangan Israel terhadap
Iran:
"Undang-undang diajukan Louie Gohmert, partai Republik dari Texas dan
46 rekannya, mendukung penggunaan "semua sarana yang diperlukan Israel"
terhadap Iran "termasuk penggunaan kekuatan militer…."Kita harus
melakukan ini. Kami perlu menunjukkan dukungan kepada Israel. Kita harus
berhenti bermain game dengan Sekutu penting di tengah wilayah yang
sulit"' (See Webster Tarpley, Fidel Castro Warns of Imminent Nuclear
War; Admiral Mullen Threatens Iran; US-Israel Vs. Iran-Hezbollah
Confrontation Builds On, Global Research, August 10, 2010).
Undang-undang yang diusulkan adalah "Green Light" kepada Gedung Putih
dan Pentagon daripada kepada Israel. Ini merupakan persetujuan untuk
perang yang disponsori AS melawan Iran yang menggunakan Israel sebagai
landasan melancarkan gerakan militer yang sesuai. Hal ini juga berfungsi
sebagai pembenar untuk berperang dengan tujuan untuk membela Israel.
|
Serangan Israel ke Gaza |
Dalam konteks ini, Israel memang bisa memberikan alasan palsu untuk
berperang, sebagai tanggapan terhadap dugaan serangan Hamas atau
serangan Hizbullah atau memicu permusuhan di perbatasan Israel dengan
Lebanon. Apa yang penting untuk dipahami adalah sebuah "insiden" kecil
dapat digunakan sebagai alasan untuk memicu operasi militer besar
terhadap Iran.
Perencana militer AS memperkirakan, Israel akan menjadi sasaran
pertama pembalasan militer Iran (bukan AS). Secara umum, bangsa Israel
akan menjadi korban dari intrik Washington maupun pemerintah mereka
sendiri. Ya, dalam hal ini, sangat penting bahwa Israel tegas menentang
setiap tindakan oleh pemerintah Netanyahu untuk menyerang Iran.
Peperangan Global: Peran Komando Strategis AS (USSTRATCOM)
Operasi militer global dikoordinasikan dari Markas Komando Strategis AS
(USSTRATCOM) dari pangkalan Angkatan Udara Offutt di Nebraska, berkerja
sama dengan komando regional, Komando Pejuang Terpadu. Yakni, Komando
Sentral AS di Florida, yang bertanggung jawab untuk Timur Tengah -Tengah
dan kawasan Asia, serta unit komando koalisi di Israel, Turki, Teluk
Persia dan Diego Garcia, yaitu pangkalan militer AS di Samudera Hindia.
Perencanaan Militer dan pengambilan keputusan di tingkat negara sekutu
AS-NATO diintegrasikan ke dalam desain militer global termasuk
mempersenjatai ruang angkasa.
Di bawah mandat baru, USSTRATCOM memiliki tanggung jawab untuk
"mengawasi rencana serangan global" yang terdiri dari senjata
konvensional dan nuklir. Dalam jargon militer, yang dijadwalkan untuk
memainkan peran adalah "sebuah integrator global dengan beban misi
Operasi Ruang Angkasa; Operasi Informasi; Pertahanan Rudal Terpadu;
Komando Global & Pengendalian; Intelijen, Surveillance dan
Reconnaissance; Global Strike; dan Strategic Deterrence… ".
Tanggung jawab USSTRATCOM meliputi: "Memimpin, perencanaan, pelaksanaan
strategis & operasi pencegahan " di tingkat global, "sinkronisasi
rencana operasi dan pertahanan rudal global", "sinkronisasi rencana
perang regional", dll. USSTRATCOM merupakan lembaga utama dalam
mengkoordinasikan peperangan modern .
Pada bulan Januari 2005, awal pengerahan dan pembangunan militer yang
ditujukan kepada Iran, USSTRATCOM dijadikan sebagai "Komando Perang
untuk integrasi dan sinkronisasi Departemen Pertahanan AS, dalam upaya
memerangi senjata pemusnah massal." (Michel Chossudovsky, Nuclear War
against Iran, Global Research, January 3, 2006).
Apakah ini berarti koordinasi serangan yang berskala besar terhadap
Iran, termasuk berbagai skenario eskalasi di dalam dan di luar wilayah
Timur Tengah serta yang lebih luas Asia Tengah akan dikoordinasikan oleh
USSTRATCOM ?.
Senjata Nuklir Taktis Diarahkan Ke Iran
Dikonfirmasi dengan dokumen militer serta laporan resmi, baik AS maupun
Israel memikirkan penggunaan senjata nuklir yang diarahkan terhadap
Iran. Pada tahun 2006, Komando Strategis AS (USSTRATCOM) mengumumkan
pihaknya telah mencapai kemampuan operasional untuk mentargetkan sasaran
secara cepat dengan menggunakan senjata nuklir atau senjata
konvensional ke seluruh dunia. Pengumuman ini dibuat setelah melakukan
simulasi militer yang berkaitan dengan serangan nuklir yang dipimpin AS
terhadap negara fiktif. (David Ruppe, Preemptive Nuclear War in a State
of Readiness: U.S. Command Declares Global Strike Capability, Global
Security Newswire, December 2, 2005).
Kesinambungan dalam hubungannya dengan era Bush-Cheney: Presiden
Obama telah mendukung sebagian besar doktrin pre-emptive penggunaan
senjata nuklir yang dirumuskan oleh pemerintahan sebelumnya. Di bawah
the 2010 Nuclear Posture Review, pemerintahan Obama menegaskan "bahwa
itu merupakan pesan berupa hak untuk menggunakan senjata nuklir terhadap
Iran" sebagai risiko ketidak-kepatuhan Iran terhadap tuntutan AS
mengenai program dugaan (tidak ada) senjata nuklir.
(U.S. Nuclear Option on Iran Linked to Israeli Attack Threat – IPS ipsnews.net, April 23, 2010).
Pemerintahan Obama juga mengisyaratkan akan menggunakan nuklir dalam
hal Iran merespon atas serangan Israel kepada Iran. (Ibid). Israel juga
membuat sendiri "rencana rahasia" untuk membom Iran dengan senjata
nuklir taktis.
Sumber-sumber senior mengatakan ""Komandan militer Israel yakin
serangan konvensional mungkin tidak lagi cukup untuk memusnahkan
fasilitas pengayaan yang semakin baik dipertahankan. Beberapa telah
dibangun di bawah tanah minimal 70 kaki dari beton dan batu. Namun, the
nuclear-tipped bunker-busters akan digunakan hanya jika serangan
konvensional dikesampingkan dan jika AS menolak untuk campur
tangan."(Revealed: Israel plans nuclear strike on Iran – Times Online,
January 7, 2007).
Pernyataan Obama tentang penggunaan senjata nuklir terhadap Iran dan
Korea Utara konsisten dengan doktrin senjata nuklir AS pasca 9/11 yang
memungkinkan untuk penggunaan senjata nuklir taktis di medan perang
konvensional.
Melalui kampanye propaganda yang telah meminta dukungan dari
"otoritatif" ilmuwan nuklir, senjata nuklir mini itu didukung sebagai
instrumen perdamaian, yaitu sarana untuk memerangi "terorisme Islam" dan
mengukuhkan "demokrasi" gaya Barat di Iran. Nuklir low-yield telah
dibersihkan untuk "digunakan di medan perang". Senjata nuklir tersebut
dijadwalkan akan digunakan Amerika terhadap Iran dan Suriah dalam tahap
berikutnya, disamping senjata konvensional dalam "perang melawan
Terorisme".
"Para pejabat pemerintah menyatakana senjata nuklir low-yield
diperlukan sebagai pencegah yang kredibel terhadap negara-negara nakal
(Iran, Suriah, Korea Utara). Logika mereka adalah, senjata nuklir yang
ada, terlalu destruktif untuk digunakan kecuali dalam perang nuklir yang
berskala penuh. Musuh-musuh potensial menyadari hal ini, sehingga
mereka tidak memperhitungkan ancaman pembalasan nuklir dapat dipercaya.
Namun, senjata-senjata low-yield kurang daya merusaknya, sehingga dapat
dipikirkan untuk digunakan. Dengan demikian akan menjadikan mereka lebih
efektif sebagai senjata penangkal." (Opponents Surprised By Elimination
of Nuke Research Funds Defense News November 29, 2004).
Pemilihan penggunaan senjata nuklir terhadap Iran berupa senjata
nuklir taktis (buatan Amerika), yaitu bunker buster bom dengan hulu
ledak nuklir (misalnya B61-11), dengan kapasitas peledak antara
sepertiga sampai enam kali bom Hiroshima. The B61-11 adalah "versi
nuklir" dari "konvensional" BLU 113 atau Unit Pemandu Bom GBU-28.. Bom
ini dapat dibawa dengan cara yang sama seperti bunker buster bom
konvensional.
(http://www.globalresearch.ca/articles/CHO112C.html, see
also
http://www.thebulletin.org/article_nn.php?art_ofn=jf03norris).
|
Bom B61-11 "earth penetrator" di Pesawat B-2 |
AS tidak menggunakan senjata termonuklir strategis terhadap Iran, namun
Israel bisa saja menggunakan bom termonuklir dalam perang dengan Iran.
Dengan sistem rudal Jericho-III Israel yang jangkauannya berkisar antara
4.800 km sampai 6.500 km, maka semua wilayah Iran berada dalam
jangkauan.
Jatuhan Radioaktif
Persoalan jatuhan radioaktif dan kontaminasi (meski dikesampingkan oleh
analis militer AS-NATO), dampaknya bisa menghancurkan dan berpotensi
merusak wilayah yang luas di Timur Tengah termasuk Israel dan Asia
Tengah.
namun dengan logika yang diplintir, senjata nuklir akan dinyatakan
sebagai sarana untuk membangun perdamaian dan mencegah "kerusakan
kolateral". Tidak ada senjata nuklir Iran apalagi merupakan ancaman bagi
keamanan global, sebaliknya AS dan Israel adalah instrumen perdamaian
yang "tidak membahayakan bagi penduduk sipil di sekitarnya".
"The Mother of All Bombs" (MOAB) untuk Iran"
Signifikansi militer senjata konvensional dalam angkatan bersenjata
Amerika adalah 21.500-pon "senjata rakasa" dijuluki GBU-43/B or Massive
Ordnance Air Blast bomb (MOAB) dikategorikan "sebagai senjata non-nuklir
paling kuat yang pernah dirancang" sebagai arsenal konvensional
terbesar di AS. MOAB diuji awal Maret 2003 sebelum dikirim ke medan
perang Irak. Menurut sumber-sumber militer AS, Kepala Staf Gabungan
telah memberitahu pemerintah Saddam Hussein sebelum diluncurkan tahun
2003 bahwa "The Mother of All Bombs" (MOAB)" akan digunakan terhadap
Irak. (Ada laporan yang belum dikonfirmasi bahwa MOAB telah digunakan di
Irak).
Departemen Pertahanan AS telah mengkonfirmasi pada bulan Oktober
2009, bermaksud untuk menggunakan MOAB/GBU-43/B terhadap Iran.
Dikatakannya MOAB "ideal untuk mengubur fasilitas nuklir seperti Natanz
atau Qom di Iran" (Jonathan Karl, Is the U.S. Preparing to Bomb Iran?
ABC News, October 9, 2009). MOAB dengan daya ledaknya yang dasyat, akan
mengakibatkan korban sipil yang sangat besar. Ini adalah "mesin
pembunuh" konvensional dengan jenis awan jamur nuklir.
Pengadaan empat MOAB ditugaskan pada bulan Oktober 2009 dengan biaya
yang cukup besar sejumlah US$,58,4 juta ($ 14,6 juta untuk masing-masing
bom). Jumlah ini termasuk untuk membiaya pengembangan dan pengujian
serta integrasi bom MOAB ke pembom siluman B-2. (ibid). pengadaan ini
berkaitan langsung dengan persiapan perang dalam hubungannya dengan
Iran. Pemberitahuan dimuat dalam sebuah "reprogramming memo" setebal 93
halaman termasuk instruksi berikut ini:
"Departemen memiliki sebuah Urgent Operational Need (UON) yang
berkemampuan menyerang sasaran keras di daerah yang tinggi tingkat
ancamannya dan sekaligus menguburkannya. Massive Ordnance Penetrator
(MOP) adalah senjata pilihan yang memenuhi persyaratan UON [Urgent
Operational Need]".
Permintaan tersebut didukung oleh Komando Pasifik
(yang memiliki tanggung jawab atas Korea Utara) dan Komando Sentral
(yang memiliki tanggung jawab atas Iran). (ABC News, op cit, emphasis
added).
Pentagon merencanakan sebuah proses kehancuran infrastruktur Iran dan
korban massal sipil melalui penggunaan gabungan nuklir taktis dan bom
konvensional rakasa awan jamur, termasuk MOAB dan yang lebih besar lagi
yaitu GBU-57a/B atau Massive Ordnance Penetrator (MOP), yang melampaui
MOAB dalam hal kapasitas daya ledaknya.
MOP digambarkan sebagai "sebuah bom baru yang kuat dan tepat sasaran
untuk menghantam fasilitas nuklir bawah tanah Iran dan Korea Utara. Bom
raksasa yang ukuran panjangnya lebih dari 11 orang duduk berdempetan
bahu-ke-bahu atau lebih dari 20 kaki dari lantai ke hidung" (See Edwin
Black, "Super Bunker-Buster Bombs Fast-Tracked for Possible Use Against
Iran and North Korea Nuclear Programs).
|
Mother Of All Bombs – MOAB |
Ini adalah WMD dalam artian yang sebenarnya. Tujuannya tidak begitu
tersembunyi dari MOAB dan MOP, termasuk penggunaan nama julukan Amerika
untuk menggambarkan secara sederhana bahwa MOAB ("ibu dari semua bom'),
adalah "pemusnah massal" dan korban sipil secara massal dengan maksud
untuk menanamkan rasa takut dan putus asa.
Perang Menjadi Mungkin Dengan Teknologi Baru
Proses pengambilan keputusan militer AS dalam hubungannya dengan Iran
ini didukung oleh Star Wars, militerisasi ruang angkasa dan revolusi
dalam komunikasi serta sistem informasi. Mengingat kemajuan teknologi
militer dan pengembangan sistem senjata baru, serangan terhadap Iran
bisa secara signifikan berbeda dalam hal sistem senjata, bila
dibandingkan dengan Blitzkrieg yang dilancarkan pada bulan Maret 2003
terhadap Irak, operasi militer terhadap Iran dijadwalkan untuk
menggunakan sistem senjata yang paling canggih untuk mendukung serangan
udara tersebut. Dan dalam semua kemungkinan, sistem senjata baru akan
diuji.
Dokumen The 2000 Project of the New American Century – Proyek Tahun
2000 Abad Baru Amerika yang berjudul "Rebuilding American Defenses".,
menguraikan mandat militer AS dalam hal medan perang berskala besar,
yang akan dilancarkan secara bersamaan di berbagai wilayah Dunia:
"Memenangkan Beberapa pertempuran dengan meyakinkan secara simultan
dalam beberapa medan perang."
Formulasi ini berupa penaklukan perang global oleh kekaisaran adidaya
tunggal. Dokumen PNAC juga menyerukan transformasi pasukan AS untuk
mengeksploitasi "revolusi dalam urusan militer", yaitu penerapan "perang
yang dimungkinkan melalui teknologi baru" (See Project for a New
American Century, Rebuilding Americas Defenses Washington DC, September
2000, pdf). Yang terakhir ini terdiri dari pengembangan dan
penyempurnaan kecanggihan mesin pembunuh global berdasarkan gudang
persenjataan baru yang canggih, yang pada akhirnya akan menggantikan
paradigma yang ada.
"Dengan demikian, dapat diramalkan bahwa proses transformasi justru
akan menjadi proses dua-tahap:. Pertama transisi, yaitu transformasi
yang lebih menyeluruh. Titik nyaman akan datang ketika jumlah yang lebih
besar sistem senjata baru mulai memasuki masa tugasnya, mungkin ketika,
misalnya, pesawat udara tak berawak mulai banyak menjadi biasa seperti
pesawat berawak. Dalam hal ini, Pentagon harus sangat berhati-hati
melakukan investasi besar dalam program-program baru misalnya -tank,
pesawat, kapal induk,- dimana pasukan AS akan berkomitmen melakukan
paradigma baru untuk berperang selama beberapa dekade yang akan datang.
(ibid, penekanan ditambahkan).
Perang dengan Iran memang bisa menandai breakpoint penting ini,
dengan sistem senjata baru yang berpangkalan di angkasa dipergunakan
untuk melumpuhkan musuh yang memiliki kemampuan konvensional militer
yang signifikan yang jumlahnya lebih dari setengah juta pasukan darat.
Senjata Elektromagnetik
Senjata elektromagnetik dapat digunakan untuk mengacaukan sistem
komunikasi Iran, menonaktifkan pembangkit tenaga listrik, merusak dan
mengacaukan komando serta kontrol, infrastruktur pemerintah,
transportasi, energi, dll. Dalam jenis senjata yang sama, teknik
modifikasi lingkungan (ENMOD) (peperangan cuaca) yang dikembangkan
berdasarkan program HAARP juga bisa diterapkan. (Lihat Chossudovsky
Michel, "Owning the Weather" for Military Use, Global Research,
September 27, 2004). Sistem senjata ini sepenuhnya operasional. Dalam
konteks ini, dokumen Angkatan Udara AS yakni AF 2025 secara eksplisit
membenarkan aplikasi militer dengan teknologi modifikasi cuaca.
"Modifikasi Cuaca akan menjadi bagian dari keamanan domestik dan
internasional dan bisa dilakukan secara sepihak … Senjata ini bisa
aplikasikan baik secara ofensif maupun defensif dan bahkan dapat
digunakan untuk tujuan pencegahan. Senjata ini berkemampuan menghasilkan
curah hujan, kabut, dan badai di bumi atau mengubah ruang cuaca,
meningkatkan komunikasi melalui modifikasi ionosfir (penggunaan cermin
ionosfir), serta produksi cuaca buatan, yang kesemuanya itu merupakan
bagian dari serangkaian teknologi terpadu yang dapat memberikan
peningkatan penting dalam kemampuan AS atau dalam menundukkan musuh,
juga untuk mencapai kesadaran global, jangkauan, dan kekuasaan. " (Air
Force 2025 Final Report, See also US Air Force: Weather as a Force
Multiplier: Owning the Weather in 2025, AF2025 v3c15-1 (Weather as a
Force Multiplier: Owning…)(Ch 1) at www.fas.org).
Radiasi elektromagnetik memungkinkan melakukan "gangguan kesehatan
dari jarak jauh" mungkin juga dipikirkan untuk digunakan dalam medan
perang. (See Mojmir Babacek, Electromagnetic and Informational Weapons:,
Global Research, August 6, 2004). Pada gilirannya, penggunaan baru
senjata biologis oleh militer AS juga akan dipertimbangkan seperti yang
disarankan oleh PNAC: "Lebih lanjut bentuk peperangan biologis dapat
"mentargetkan" genotipe tertentu yang mungkin mengubah perang biologis
dari dunia teror menjadi alat politik yang berguna." (PNAC cit, op, hal.
60).
Misil Jarak Menengah dan Jauh Iran
Kemampuan militer Iran telah maju, termasuk misil jarak menengah dan
jauh yang mampu mencapai sasaran di Israel dan negara-negara Teluk.
Karena itu perhatian aliansi AS-NATO Israel pada penggunaan senjata
nuklir, yang dijadwalkan akan digunakan baik secara pre-emptive maupun
sebagai respons pembalasan terhadap serangan rudal Iran.
|
Shahab Missiles, Iran |
Pada bulan November 2006, Iran menguji-coba dua rudal permukaan yang
dilakukan bertahap dengan operasi perencanaan yang tepat dan hati-hati.
Menurut seorang ahli rudal senior Amerika (dikutip oleh Debka), "Iran
memperlihatkan up-to-date teknologi peluncur-rudal dimana Barat tidak
mengetahui bahwa Iran memilikinya." (See Michel Chossudovsky, Iran's
"Power of Deterrence" Global Research, November 5, 2006) Israel
acknowledged that "the Shehab-3, whose 2,000-km range brings Israel, the
Middle East and Europe within reach" (Debka, November 5, 2006).
Menurut Uzi Rubin, mantan kepala program misil anti-balistik Israel,
"Intensitas latihan militer belum pernah terjadi sebelumnya … Hal itu
dimaksudkan untuk membuat kesan dan berhasil membuat kesan."
(www.cnsnews.com 3 November 2006).
Latihan tahun 2006, sekaligus menciptakan sebuah gelora politik di AS
dan Israel, dengan cara apa pun tidak mengubah keputusan AS-NATO-Israel
untuk melancarkan perang terhadap Iran.
Teheran telah menegaskan dalam beberapa pernyataannya, Iran akan
merespon jika diserang. Israel akan menjadi tujuan langsung dari
serangan rudal Iran seperti ditegaskan oleh pemerintah Iran. Oleh karena
itu persoalan sistem pertahanan udara Israel penting. AS dan fasilitas
militer Sekutu di negara-negara Teluk seperti Turki, Arab Saudi,
Afghanistan dan Irak juga bisa menjadi sasaran target Iran.
Angkatan Darat Iran
Wilayah Iran dikelilingi pangkalan militer AS dan Sekutu, Iran memiliki
kemampuan militer yang signifikan. Yang penting untuk diketahui adalah
jumlah kekuatan angkatan bersenjata Iran (Angkatan Darat, Angkatan Laut
dan Angkatan Udara), dibandingkan dengan pasukan AS dan NATO yang
bertugas di Afghanistan dan Irak.
Menghadapi sebuah pemberontakan yang terorganisir, pasukan koalisi
sudah kewalahan di Afghanistan dan Irak. Apakah kekuatan ini mampu
mengatasi jika pasukan darat Iran memasuki medan perang yang ada di Irak
dan Afghanistan? Potensi gerakan perlawanan terhadap AS dan sekutu
pendudukan pasti akan terpengaruh.
Pasukan darat Iran 700.000 orang, sejumlah 130.000 orang tentara
profesional, 220.000 wajib militer dan 350.000 tentara cadangan. (See
Islamic Republic of Iran Army – Wikipedia). Ada 18.000 personil Angkatan
Laut dan 52.000 angkatan udara Iran. Menurut International Institute
for Strategic Studies, Iran "memiliki Pengawal Revolusi yang
diperkirakan berjumlah 125.000 personil dalam lima Angkatan: Mereka
punya Angkatan Laut, Angkatan Udara, dan Pasukan Darat sendiri serta
Pasukan Quds (Pasukan Khusus)". Menurut CISS, Basij yaitu sukarelawan
paramiliter Iran berkekuatan 90.000 orang berseragam aktif bertugas dan
dikontrol oleh Pengawal Revolusi. 300.000 cadangan dan total 11 juta
orang yang dapat dimobilisasi jika diperlukan" (Armed Forces of the
Islamic Republic of Iran – Wikipedia). Dengan kata lain, Iran bisa
memobilisasi sampai setengah juta pasukan reguler dan beberapa juta
milisi. Pasukan khusus Quds sudah beroperasi di Irak.
|
Tentara Iran |
Pengepungan Iran
Dalam beberapa tahun ini Iran telah melakukan latihan perang sendiri.
Sementara Angkatan Udaranya memiliki kelemahan, namun rudal jarak
menengah dan jauh sepenuhnya operasional. Militer Iran dalam keadaan
siap. Pemusatan pasukan Iran berada dalam jarak beberapa kilometer dari
perbatasan Irak dan Afghanistan dan dekat perbatasan Kuwait. Angkatan
Laut Iran dikerahkan ke Teluk Persia dengan jarak yang dekat kepada
fasilitas militer AS dan Sekutu di Uni Emirat Arab.
Perlu dicatat bahwa dalam menanggapi peningkatan jumlah besar militer
Iran, AS telah mengirim senjata ke Sekutu non-anggota NATO di Teluk
Persia termasuk Kuwait dan Arab Saudi.
Senjata canggih Iran tidak sebanding dengan AS dan NATO, namun
pasukan Iran berada dalam posisi untuk menimbulkan kerugian besar
terhadap pasukan koalisi dalam sebuah medan perang konvensional, di
wilayah Irak atau Afghanistan.
Pasukan darat Iran dan tank pada bulan Desember 2009 melintasi
perbatasan masuk ke wilayah Irak tanpa dihadapi atau ditantang oleh
pasukan Sekutu dan menduduki wilayah sengketa di ladang minyak Maysan
Timur.
Amerika bisa melakukan Blitzkrieg (Serangan Kilat), dengan target
fasilitas militer Iran, sistem komunikasinya dll, melalui pemboman udara
besar-besaran, dengan menggunakan rudal jelajah, bom bunker buster
konvensional dan senjata nuklir taktis. Namun perang dengan Iran, sekali
dimulai, akhirnya akan mengarah menjadi perang darat. Ini merupakan
sesuatu hal dimana perencana militer AS yakin hal tersebut harus masuk
ke dalam skenario simulasi perang mereka.
Jenis operasi ini akan mengakibatkan korban militer dan sipil yang
signifikan, terutama jika menggunakan senjata nuklir. Anggaran yang
membengkak untuk membiayai perang di Afghanistan saat ini diperdebatkan
di Kongres AS juga dimaksudkan untuk digunakan dalam kemungkinan
serangan terhadap Iran.
Dalam skenario eskalasi, pasukan Iran dapat menyeberang ke perbatasan Irak dan Afghanistan.
Pada gilirannya, eskalasi militer dengan menggunakan senjata nuklir
bisa membawa kita ke dalam sebuah skenario Perang Dunia 3, meluas di
luar kawasan Timur Tengah Asia Tengah.
Dalam arti yang sangat nyata, proyek militer ini, yang digambarkan
Pentagon selama lebih dari lima tahun, mengancam masa depan kemanusiaan.
Faktanya, persiapan perang telah sempurna dan dalam keadaan siap,
namun tidak berarti bahwa mereka akan melakukannya sesuai dengan
rencana.
Aliansi AS-NATO-Israel menyadari musuh memiliki kemampuan yang
signifikan untuk merespon dan membalas. Faktor ini penting dalam
mengambil keputusan (selama lima tahun terakhir), baik oleh AS maupun
Sekutunya untuk menunda serangan terhadap Iran.
Faktor penting lainnya adalah kerangka aliansi militer. Organisasi
Kerjasama Shanghai (SCO), aliansi antara Rusia – Cina dan sejumlah
negara eks Republik Soviet (Kazakhstan, Kyrgyzstan, Tajikistan,
Uzbekistan), India, Iran, Mongolia dan Pakistan), mulai merapatkan
barisan. Banyak yang berpendapat organisasi ini merupakan penyeimbang
kekuatan dari organisasi NATO dan Amerika Serikat.
Untuk itulah AS terus-menerus melakukan ancaman langsung ditujukan
kepada Cina dan Rusia, untuk melemahkan SCO dan mencegah segala bentuk
aksi militer sebagai pihak sekutu yang akan membela Iran, dalam hal
terjadinya serangan NATO-AS-Israel.
|
Skenario Perang Timur Tengah Meluas |
Terpilihnya Vladimir Putin sebagai Presiden Rusia, merupakan mimpi buruk
bagi skenario aliansi NATO-AS-Israel. Putin terang terangan menentang
rencana AS-NATO untuk menjatuhkan Presiden Bashar Assad di Suriah.
Toleransi Putin atas sepak terjang AS dan NATO di Timur Tengah, dianggap
telah cukup.
Jika Suriah ambruk, Rusia harus mengatur ulang geo politikknya di
Timur Tengah. Padahal teater perang mereka di Eropa Timur pasca
runtuhnya Uni Soviet, masih berlubang-lubang. AS, NATO dan Israel bisa
saja terus memperlemah kekuatan SCO (Rusia-China) demi menggelar
skenario besar menghantam Iran, yang bisa berujung pada perang dunia
ketiga.
Kekuatan sentral dalam mencegah terjadinya perang pada akhirnya harus datang dari dalam masyarakat Internasional.
Rakyat harus memobilisir tidak hanya terhadap agenda militer jahat,
namun juga harus menentang otoritas negara dan pejabat yang menyokong
perang.
Perang ini dapat dicegah jika rakyat bersikap tegas dalam menghadapi
pemerintah, memberikan tekanan kepada wakil rakyat, mengorganisir di
tingkat lokal di perkotaan dan pedesaan, menyebarkan berita,
menginformasikan sesama warga mengenai implikasi perang nuklir, memulai
debat dan diskusi dalam upaya mencegah perang di dalam angkatan
bersenjata.
Sumber : http://jakartagreater.com/2012/06/israel/