VIVAnews - Permintaan pemerintah Jepang agar Indonesia meningkatkan ekspor gas ke Jepang, sehubungan dengan meningkatnya kebutuhan energi paska gempa bumi dan tsunami akan dibahas dalam forum bilateral Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA).
Deputi Menko Perekonomian Bidang Industri dan Perdagangan, Eddy Putra Irawadi, mengatakan, untuk saat ini pemerintah belum akan menambah kuota gas ke Jepang dengan pertimbangan utama terkait pasokan domestik.
Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dijelaskan kebutuhan gas harus mengutamakan pasokan untuk dalam negeri.
"Jadi tidak ada tambahan (gas ke Jepang) karena terikat APBN yang disebutkan bahwa kebutuhan gas dalam negeri harus ditambah. Jadi, kalau ada yang lain-lain, itu melanggar APBN," kata Eddy di Bandung.
Menurut Eddy, hingga saat ini Jepang belum mengetahui berapa tambahan kebutuhan energi di negaranya karena masih melakukan kalkulasi. Namun, dia menjelaskan, bisa saja Indonesia meningkatkan kuota gas ke Jepang bila ada keputusan politik.
"Dia (Jepang) harus menunggu, APBN mau memberi atau tidak," ujarnya.
Sebelumnya, pemerintah Indonesia, menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Darwin Zahedy Saleh, sedang mempertimbangkan untuk membantu pasokan energi gas ke Negeri Matahari Terbit tersebut.
"Mengenai opsi ekspor gas ke Jepang sedang dibahas," ujar akhir Maret.
Sebab bagi Indonesia, dia menambahkan, Jepang adalah mitra dalam hal ekonomi maupun sejarah. "Kami anggap Jepang negara yang penting, karena punya hubungan dengan Indonesia," kata Darwin.
Sementara itu, Direktur Jenderal Minyak dan Gas, Evita H Legowo, mengatakan pemerintah akan memprioritaskan pasokan gas untuk keperluan domestik. Namun, pihaknya juga sedang menghitung berapa besar porsi gas alam yang dapat diekspor ke Jepang bila memungkinkan.
"Keputusannya masih dibicarakan dengan BP Migas, karena untuk domestik sendiri, kami tidak punya infrastruktur memadai," ujarnya, belum lama ini.
• VIVAnews
0 komentar:
Posting Komentar