VIVAnews –
Wakil Ketua Komisi IX Bidang Ketenagakerjaan DPR, Irgan Chairul Mahfiz,
menyatakan pemerintah Indonesia tidak perlu mencabut penghentian
sementara (moratorium) penempatan Tenaga Kerja Indonesia sektor infomal –
sebagai Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT) – ke Malaysia.
“Alasannya, sampai saat ini pengguna jasa TKI maupun aparat Malaysia masih ada yang mengabaikan hak-hak dan memberangus kehormatan TKI. Untuk itu moratorium pengiriman TKI PLRT justru harus ditingkatkan menjadi penghentian permanen untuk Malaysia,” kata Irgan dalam pernyataan tertulis yang diterima VIVAnews, Sabtu 15 September 2012.
Pemerintah Indonesia sendiri memberlakukan moratorium TKI PLRT ke Malaysia sejak Juni 2009, menyusul sejumlah kasus yang menimpa TKI di negeri itu. Kini, Irgan bahkan mengusulkan pemerintah untuk juga menerapkan moratorium pengiriman TKI sektor formal perkebunan ke Malaysia.
“Ini perlu mengingat keberadaan TKI sektor perkebunan tergolong rawan dan melahirkan berbagai penistaan kemanusiaan seperti pengepungan aparat polisi Malaysia hingga ke hutan-hutan, termasuk ada kesengajaan membiarkan ketidakpastian gaji bagi para TKI perkebunan itu,” papar Irgan.
Apapun politisi PPP itu mengakui, kasus-kasus itu umumnya dialami oleh para TKI sektor perkebunan yang tidak berdokumen lengkap. “Tapi, sikap perusahaan di Malaysia yang juga terus membiarkan penerimaan para TKI berdokumen tak lengkap itu pun tidak bisa dibenarkan,” ujar Irgan.
“Alasannya, sampai saat ini pengguna jasa TKI maupun aparat Malaysia masih ada yang mengabaikan hak-hak dan memberangus kehormatan TKI. Untuk itu moratorium pengiriman TKI PLRT justru harus ditingkatkan menjadi penghentian permanen untuk Malaysia,” kata Irgan dalam pernyataan tertulis yang diterima VIVAnews, Sabtu 15 September 2012.
Pemerintah Indonesia sendiri memberlakukan moratorium TKI PLRT ke Malaysia sejak Juni 2009, menyusul sejumlah kasus yang menimpa TKI di negeri itu. Kini, Irgan bahkan mengusulkan pemerintah untuk juga menerapkan moratorium pengiriman TKI sektor formal perkebunan ke Malaysia.
“Ini perlu mengingat keberadaan TKI sektor perkebunan tergolong rawan dan melahirkan berbagai penistaan kemanusiaan seperti pengepungan aparat polisi Malaysia hingga ke hutan-hutan, termasuk ada kesengajaan membiarkan ketidakpastian gaji bagi para TKI perkebunan itu,” papar Irgan.
Apapun politisi PPP itu mengakui, kasus-kasus itu umumnya dialami oleh para TKI sektor perkebunan yang tidak berdokumen lengkap. “Tapi, sikap perusahaan di Malaysia yang juga terus membiarkan penerimaan para TKI berdokumen tak lengkap itu pun tidak bisa dibenarkan,” ujar Irgan.
Sandera TKI
Lebih lanjut, kata dia,
perusahaan Malaysia bahkan seperti “sengaja” menerima ratusan ribu TKI
sektor perkebunan yang berdokumen tak lengkap sehingga berstatus ilegal,
agar perusahaan bisa “menyandera” para TKI yang di kemudian hari tidak
berdaya menuntut hak-hak mereka seperti soal kecukupan gaji dan
pelayanan kesehatan.
”Lebih dari itu, perusahaan pun sewaktu-waktu dapat berkongsi dengan aparat untuk keperluan teror, pemerasan, serta penangkapan yang tidak manusiawi terhadap TKI,” ujar Irgan. Ia menambahkan, pemerintah bukannya tidak memahami masalah ini karena kasus serupa sudah terjadi sekian lama.
Oleh karena itu Komisi IX DPR meminta pemerintah menerapkan moratorium TKI sektor perkebunan, sekaligus membenahi sistem perekrutan resmi berdasarkan kontrak hukum yang adil dan jelas.
”Lebih dari itu, perusahaan pun sewaktu-waktu dapat berkongsi dengan aparat untuk keperluan teror, pemerasan, serta penangkapan yang tidak manusiawi terhadap TKI,” ujar Irgan. Ia menambahkan, pemerintah bukannya tidak memahami masalah ini karena kasus serupa sudah terjadi sekian lama.
Oleh karena itu Komisi IX DPR meminta pemerintah menerapkan moratorium TKI sektor perkebunan, sekaligus membenahi sistem perekrutan resmi berdasarkan kontrak hukum yang adil dan jelas.
Untuk sementara, kata
Irgan, pemerintah dapat mengalihkan penempatan TKI ke Malaysia ke
wilayah-wilayah lain yang mampu mengakomodir hak-hak TKI secara
bermartabat seperti Hong Kong dan Taiwan. (ren)
0 komentar:
Posting Komentar