Debat penggunaan tenaga nuklir muncul menyusul terjadinya ledakan di kompleks pembangkit tenaga nuklir Fukushima Daiichi, Jepang, akibat gempa dan tsunami dahsyat pada 11 Maret lalu. Belasan ribu orang diungsikan hingga radius puluhan kilometer dari pembangkit itu.
Di Indonesia, debat pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) juga belum usai. Sejumlah masyarakat masih menolak dan sebagian lagi mendukung pembangunan pembangkit ini.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi, Luluk Sumiarso, menegaskan, nuklir merupakan alternatif terakhir dalam pengembangan energi nasional. "Apapun keputusannya, kami akan tetap mempertimbangkan potensi energi nuklir sebagai opsi terakhir sumber energi,” kata dia seperti dirilis dalam laman resmi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Rabu 20 Maret 2011.
Dia mengatakan, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 5 tahun 2006, pemerintah menetapkan penggunaan sumber energi hingga 2025, yaitu minyak bumi 20 persen, gas bumi 30 persen, batu bara 33 persen, sedangkan panas bumi dan bahan bakar nabati masing-masing 5 persen. Lalu penggunaan energi baru terbarukan lainnya seperti mikrohidro, biomassa, nuklir, angin, dan surya sebesar 5 persen, serta batu bara yang dicairkan 2 persen.
Luluk melanjutkan, pemerintah berkomitmen mencapai Visi 25/25, yaitu pemanfaatan energi baru terbarukan sebesar 25 persen pada 2025, dengan tetap menyiapkan teknologi nuklir sebagai salah satu opsi sumber energi masa depan. "Keputusan nuklir ini akan dibahas dan diputuskan Dewan Energi Nasional," ujarnya.
Pemerintah sebenarnya telah melakukan studi kelayakan pembangunan PLTN di Semenanjung Muria, Jepara, Jawa Tengah, pada 1990-1996. Hasil studi menunjukkan bahwa rencana pembangunan PLTN layak berdasarkan ketersediaan lokasi, aspek teknologi, ekonomi, dan keselamatan lingkungan.
Wacana peninjauan program nuklir mencuat kembali saat Abdurachman Wahid memimpin. Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Kementerian Energi, PT Perusahaan Listrik Negara, Badan Pusat Statistik, dan Kementerian Riset dan Teknologi diminta melakukan kajian bersama mengenai perencanaan energi nasional.
Studi yang menggambarkan posisi nuklir di antara potensi energi yang tersedia secara keseluruhan, yaitu batu bara, minyak, gas, panas bumi, bahan bakar nabati, dan energi terbarukan ini, menghasilkan kesimpulan nuklir bisa masuk ke sistem kelistrikan Indonesia, khususnya wilayah Jawa, Madura, dan Bali pada 2016.
Tahun lalu, Kepala Batan Hudi Hastowo mengatakan, rencana pembangunan pembangkit nuklir diundur hingga 2020, dari rencana 2016. Pengunduran ini, terkait realitas yang ada saat itu. "Rencana 2016 sangat tidak mungkin," katanya kepada para wartawan di Gedung BPPT, 30 April 2010.
Hudi mengatakan, beberapa persiapan masih perlu dilakukan, seperti program, infrastruktur, sumber daya alam, sumber daya manusia, serta laporan analisis keselamatan. (umi)
0 komentar:
Posting Komentar