 |
| gambar di atas hanya ilustrasi |
Sabda Rasullullah, "Gunakan waktu luangmu sebelum datang masa sibukmu. Gunakanlah hidupmu sebelum datang matimu". Rasulullah juga menganjurkan agar memperbanyak silaturahim. Saya ingin ceritakan kisah yang saudara saya alami dengan satu keinginan, pengalaman ini menjadi satu cermin, suri teladan serta pelajaran. Simak ceritanya berikut ini :
Nama saya Anton (nama samaran). Saya adalah anak ke delapan dari sembilan bersaudara. Sejak kecil dalam keluarga saya sudah diajari orang tua untuk saling menyayangi.tolong menolong dan perhatian pada sesama, apalagi pada saudara sendiri. Terlebih saudara kandung.
Ajaran yang di berikan orang tua sejak kami kecil terasa sampai kini. kami sering saling bantu, sayang dan bersilaturahmi. Tidak pandang kakak atau adik. Terlebih untuk urusan silaturahim. Yang sempat pasti akan datang. Berkunjung ke rumah.Tapi, keakraban seperti itu tidak terjadi pada diri mas Marsono, kesibukannya telah menyita banyak waktu, sehingga ajaran dari orang tua sejak kecil tidak bisa di lakukannya. Terutama masalah silaturahim.
Tahun 1987, Mas Son, demikian demikian saya biasa menyapa, meninggal dunia. Ia di panggil pulang ke hadapan Allah SWT pada jum'at tengah malam tepat pukul 23:15 WIB. Suara tangis anak dan isteri terdengar begitu kalimat tauhid terucap terakhir kali, sebelum mata tertutup untuk selamanya. Ia meninggal secara khusnul khotimah. Insya allah.
Satu dua hari setelah ia meninggal, kami masih merasakan suasana duka. Seolah Mas Son terlalu cepat meninggalkan kami. Tidak ada keganjilan apapun kecuali kedukaan. Seperti yang di rasakan saudara-saudara lain yang kehilangan saudaranya. Suatu malam sebelum 40 hari kepergiannya, terjadi peristiwa takjub.Waktu itu malam sudah larut, jarum jam menunjukan pukul 24:00 WIB. Saya sudah siap duduk manis di depan televisi. Pasalnya ajang bergengsi perebutan piala dunia sepak bola di Perancis akan menayangkan pertandingan babak penting. Yaitu pertandingan semifinal, Saya masih ingat, kala itu, akan bertemu klub sepak bola Jerman yang menjadi favorit saya.
Pertandingan baru berjalan beberapa saat. Kopi dan kacang yang saya siapkan belum banyak berkurang. Tiba-tiba puntu depan berbunyi . Suara salam dan ketukan bersaut bergantian. Saya buka pintu, meski sebenarnya terasa terganggu. Setelah pintu saya buka, betapa kaget hati saya. Ternyata Mas Son, almarhum, sudah berdiri di sana.
Menurutnya, dia datang bersama sopirnya yang menunggu di dalam mobil. Segera saja saya persilahkan masuk karena niat kedatangannya ingin menyaksikan pertandingan yang sama. Bergegas saya ambilkan kopi untuk Mas Son. Kacang dan rokok juga saya siapkan. kami berdua menyaksikan pertandingan dengan tegang. Sesekali teriak terbawa emosi permainan yang makin meningkat.
Seperti juga saya, Mas Son juga menikmati kopi, kacang, dan rokok yang saya sediakan.Ketika babak pertama usai, Mas Son buru-buru minta diri. Saya mengantarnya sampai ke depan pintu. Di sana saya menyaksikan Mas Son masuk mobil dan segera berjalan menembus kegelapan malam.
Ketika masuk kembali, saya tersadar. Mas Son, orang yang baru saja datang telah meninggal 35 hari yang lalu. Saya perhatikan kopi di gelasnya. Juga puntung rokok yang masih berasap di asbak. Tak ketinggalan kulit kacang yang masih berserakan. Tiba-tiba saya ketakutan. bahkan ketika babak kedua berjalan, saya memilih tidak menyaksikanya.
Televisi saya matikan, Saya mengambil air wudlu, menjalankan shalat sunah. Kupanjatkan do'a, ku membaca alfatihah. kukirim kepadanya. Harapan saya, dia bisa hidup tenang di alam barzah. Inilah kisah yang saya alami, terutama menyangkut kakak saya pribadi. Karena sibuk, ia melupakan membina silaturrahim. Seperti menyesal selama hidupnya, Mas Son melakukanya setelah meninggal dunia.
AYO GABUNG KE HALAMAN FACEBOOK BERITA HOKI DISINI
0 komentar:
Posting Komentar